STRUKTUR PEMERINTAHAN DALAM KERAJAAN MAJAPAHIT

Kerajaan Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang sudah sangat teratur pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur serta birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja Hayam Wuruk dianggap sebagai penjelmaan dari dewa di dunia ini dan beliau memegang otoritas politik tertinggi dalam pemerintahan.

APARAT BIROKRASI DALAM STRUKTUR PEMERINTAHAN KERAJAAN MAJAPAHIT

Dalam mengatur pemerintahanan Raja lebih banyak dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi kerajaan dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja rata-rata memiliki kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan. Perintah raja biasanya akan langsung diturunkan kepada para pejabat-pejabat yang berada di bawahnya, antara lain adalah:

  • Rakryan Mahamantri Katrini : biasanya akan dijabat oleh putra-putra raja (selain putra mahkota/calon raja).
  • Rakryan Mantri ri Pakira-kiran : dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan.
  • Dharmmadhyaksa : para pejabat hukum keagamaan kerajaan.
  • Dharmma-upapatti : para pejabat keagamaan kerajaan.

Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama dengan raja dapat mengikuti dan melaksanakan kebijaksanaan dari pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya terdiri dari para sanak saudara raja, yang disebut dengan Bhattara Saptaprabhu.

Pembagian wilayah

Kawasan inti Majapahit dan provinsinya (Mancanagara) berada di kawasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, termasuk juga dengan pulau Madura dan Bali.

Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan dari kerajaan Singhasari, yang terdiri atas beberapa kawasan tertentu pada bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini berada dibawah perintah uparaja yang disebut dengan Paduka Bhattara yang bergelar Bhre atau "Bhatara i". Gelar ini adalah gelar tertinggi dari gelar bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka masing-masing (kerajaan dibawah pemerintahan Majapahit), seperti memungut pajak, dan mengirimkan upetinya ke kerajaan pusat, dan mengelola pertahanan yang berada di perbatasan daerah masing-masing yang mereka pimpin.

Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s/d 1389) terdapat 12 wilayah di kerajaan Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja sendiri. Hirarki dalam pengklasifikasian wilayah pada kerajaan Majapahit lebih dikenal sebagai berikut:


1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh seorang Raja.
2. Nagara: diperintah oleh rajya (setingkat gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan).
3. Watek: dikelola oleh wiyasa.
4. Kuwu: dikelola oleh lurah.
5. Wanua: dikelola oleh thani.
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sacral (semacam tempat yang dikeramatkan).


Arca dewi Parwati sebagai perwujudan anumerta Tribhuwanattunggadewi, ratu Majapahit ibunda Hayam Wuruk.


Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre.[40] Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:

1. Kahuripan.
2. Daha.
3. Tumapel.
4. Wengker.
5. Matahun.
6. Wirabumi.
7. Kabalan.
8. Kembang Jenar.
9. Pajang.
10. Jagaraga.
11. Keling.
12. Kelinggapura.
13. Singhapura.
14. Tanjungpura.

Pada saat kerajaan Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan masih memiliki patih Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk ke dalam lingkaran pengaruh dari Majapahit, sebagai hasilnya, konsep teritorial yang semakin lebih besar pun sudah mulai terbentuk:

• Negara Agung, atau Negara Utama.

Merupakan inti utama kerajaan. Area awal dari Majapahit atau Majapahit Lama, selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah-wilayah yang berada disekitarnya yang mana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre (bangsawan kerajaan), yang merupakan kerabat dekat dari raja.

• Mancanegara.

Area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dan wajib untuk membayar upeti tahunan kepada kerajaan Majapahit. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi masing-masing, yang kemungkinan akan membentuk persekutuan dengan pihak kerajaan atau menikahkan putra/putri mereka dengan keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan para pegawainya di tempat-tempat ini dan akan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan untuk mengumpulkan pajak, namun mereka sudah menikmati otonomi internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara yang termasuk di dalamnya adalah seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, seperti : Madura, Bali, Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.

• Nusantara.

Adalah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa, akan tetapi termasuk ke dalam koloni (bagian kerajaan) dan mereka harus membayar upeti tahunan terhadap kerajaan Majapahit. Mereka bisa menikmati otonomi daerah yang cukup luas dan kebebasan secara internal, dan kerajaan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau pasukan militernya di sini. Akan tetapi, tantangan apa pun yang nanti terlihat akan mengancam otoritas dari kerajaan Majapahit atas wilayah itu akan segera menyebabkan munculnya benih-benih reaksi kemungkinan peperangan dengan kerajaan pusat. Yang termasuk ke dalam area ini adalah kerajaan kecil dan bagian kerajaan di Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

Ketiga kategori tersebut sudah termasuk ke dalam lingkaran pengaruh dari kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal ruang lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri, yaitu sebagai berikut:

1. Mitreka Satata.

Yang secara harafiah berarti "bermitra dengan tatanan (peraturan) yang sama". Hal itu menunjukkan bahwa negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuasaan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah :

1. Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand).
2. Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat).
3. Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar).
4. Kerajaan Champa.
5. Kamboja (Kamboja).
6. Yawana (Annam).

Mitreka Satata sebenarnya dapat dianggap dan diartikan sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing yang berada di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk ke dalam kategori seperti ini meskipun kerajaan Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua Negara itu.

Pola kesatuan politik berciri khas sejarah dari Asia Tenggara pada zaman kerajaan seperti itu kemudian diidentifikasi oleh sejarahwan modern sebagai "mandala", yaitu kesatuan yang politiknya ditentukan oleh pusat atau inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik bawahan tanpa adanya integrasi secara administratif dan lebih lanjut.

Daerah-daerah bawahan yang termasuk ke dalam lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli atau penguasa daerah tersebut yang menikmati kebebasan secara internal yang cukup luas. Wilayah-wilayah bawahan seperti ini meskipun lebih banyak dipengaruhi oleh kerajaan pusat yaitu kerajaan Majapahit, namun masih tetap menjalankan sistem pemerintahannya sendiri tanpa adanya pemaksaan struktur pemerintahan oleh kekuasaan pusat yang berada di ibu kota kerajaan Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti : kerajaan Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-mandala tetangga kerajaan Majapahit yang masih sezaman, seperti : Ayutthaya dan Champa.


Comments