PERJALANAN HIDUP SEORANG ARYA KAMANDANU DAN PEDANG SAKTI NAGA PUSPA

Keluarga Arya Kamandanu

Arya Kamandanu adalah nama seorang tokoh utama dalam sebuah cerita radio legendaris yang berjudul “Tutur Tinular”, cerita radio fenomenal yang berlatar belakang sejarah berjalan dan runtuhnya Kerajaan Singasari sampai kepada berdirinya Kerajaan Majapahit Dalam cerita tersebut, seorang Arya Kamandanu dijelaskan adalah sosok seorang pemuda yang baik hati, sangat lugu, pemalu dan sulit untuk menyatakan perasaannya sendiri, bersifat agak ragu-ragu dalam mengutarakan isi hatinya terhadap seorang wanita.


Dia adalah putra kedua Empu Hanggareksa, Arya Kamandanu sangat suka mempelajari ilmu-ilmu kanuragan dan sebagai sosok pemuda yang sangat berbakat dalam olah ilmu kanuragan (seni tenaga dalam), pendekar yang berjiwa ksatria, pantang menyerah demi membela kebenaran. Dia diangkat sebagai murid oleh kakak seperguruan ayahnya yang bernama Empu Ranubaya. Empu Ranubaya mengajarkan Kamandanu jurus Nagapuspa, yaitu ilmu kanuragan ciptaan Empu Gandring dan Aji Saipi Angin, yaitu ilmu meringankan tubuh yang bisa membuat tubuh seringan kapas. Sayangnya, ketika Arya Kamandanu sedang giat belajar, Empu Ranubaya dikejar-kejar oleh prajurit Singasari, karena dia dianggap telah menghina Prabu Kertanegara.

Kemudian Arya Kamandanu mendalami lagi Jurus Naga Puspa tahap akhir yang ditinggalkan oleh Empu Ranubaya di atas sebuah batu. Dengan bantuan Empu Lunggah yang merupakan kakak seperguruan tertua ayahnya, Kamandanu mampu menyempurnakan Jurus Naga Puspa. Ilmu Kamandanu semakin hebat setelah dia tergigit oleh ular siluman Naga Puspa Kresna.

Arya Kamandanu kurang beruntung dalam hal percintaan. Dua kali dia mengalami kekecewaan akibat ulah kakaknya, Arya Dwipangga. Dua wanita yang dicintai Arya Kamandanu, yaitu Nari Ratih dan Mei Shin keduanya telah dinodai oleh Arya Dwipangga. Ada juga seorang wanita yang sempat singgah di hati Kamandanu, yaitu Luh Jinggan puteri Empu Lunggah. Kamandanu kemudian menjadi Panglima Majapahit dan menikah dengan Sakawuni dan mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Jambunada.

Arya Kamandanu lahir di desa kecil bernama Kurawan, putra kedua dari Mpu Hanggareksa, seorang ahli pembuat senjata kepercayaan Prabu Kertanagara (Raja Singasari).

Silsilah Guru Kanuragan Arya Kamandanu

Dalam kisah di ceritakan bahwa Mpu gandring (pembuat keris pesanan Ken Arok) beliau memiliki sahabat sekaligus sebagai murid bernama Mpu Bango (Bango Samparan ,tidak lain merupakan ayah angkat dari Ken Arok), Mpu Bango mempunyai seorang murid yang bernama Empu Sasi. Dan Empu Sasi sendiri memiliki tiga orang murid yaitu :

- Mpu Lunggah.
- Mpu Ranubhaya.
dan - Mpu Hanggareksa yang merupakan ayah dari Arya Kamandanu.

Arya Kamandanu sendiri mampu menguasai olah kanuragan karena mendapat bimbingan langsung dari saudara seperguruan ayahnya yang bernama Mpu Ranubhaya. Sebelum kedatangan Kamandanu, Mpu Ranubhaya hanya mempunyai seorang murid bernama Wirot.

Di dalam sebuah goa yang terletak di pinggiran bukit Desa Kurawan, Arya Kamandanu bersama Wirot digembleng olah ilmu kanuragan oleh Mpu Ranubhaya. Selama beberapa hari Arya Kamandanu akhirnya berhasil menguasai Aji Saepi Angin, sebuah ilmu kanuragan untuk meringankan tubuh, yang mampu membuatnya tubuhnya seringan kapas dan mampu berlari melesat seperti terbang. Arya Kamandanu juga berhasil menguasai pukulan dua belas jurus sampai tahap ke tiga dimana pukulan ini lebih populer dengan nama Jurus Naga Puspa, yang pada akhirnya nanti mampu disempurnakan sampai tingkat Akhir oleh bantuan saudara seperguruan ayahnya yang lain bernama Mpu Lunggah.

Pedang Naga Puspa


Dalam setiap petualangannya, Arya Kamandanu selalu ditemani oleh pedang pusakanya bernama pedang Naga Puspa ciptaan gurunya, Mpu Ranubhaya. Pada awalnya pedang pusaka ini diciptakan untuk Kaisar Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di negeri Mongolia sebagai tebusan atas diri Ranubhaya sebagai tawanan kerajaan, Namun pedang ini malah menjadi rebutan pejabat kerajaan. Demi menyelamatkan pedang tersebut dari orang-orang yang berwatak jahat, pedang pusaka tersebut akhirnya diserahkan kepada pasangan pendekar suami-istri bernama Lo Shi Shan dan Mei Shin.

Pasangan pendekar ini akhirnya menjadi buronan dan menjadi pelarian hingga terdampar ke Tanah Jawa. Sesampainya di Tanah Jawa, pedang ini pun menjadi rebutan oleh banyak pendekar jahat. Lo Shi Shan tewas, pedang pun beralih ke tangan Mei Shin. Mei Shin pun hidup terlunta-lunta, kemudian ditolong oleh Arya Kamandanu. Dalam kebersamaannya, merekapun saling jatuh cinta sampai akhirnya Mei Shin dinodai oleh kakak kandungnya sendiri Arya Dwipangga, kemudian agar Mei Shin tidak sampai menanggung malu akhirnya Arya Kamandanu menikahi Mei Shin, dan pedang pusaka tersebut diserahkan langsung kepada Arya Kamndanu, murid kesayangan dari pencipta pedang Naga Puspa itu sendiri.

Pedang Naga puspa ini begitu dahsyat kekuatannya, ketika pedang ini sudah keluar dari warangka nya, maka akan mengeluarkan sinar yang menyala berwarna merah darah. Dalam penciptaannya, Mpu Ranubhaya memasukkan energi ghaib yang sangat kuat dari roh sepasang Naga Bumi suami istri yang bernama Ki Ageng Puspa dan Nyi Ageng Puspa kedalam pedang tersebut, sehingga bagi siapa saja yang berani mencabut pedang tersebut dari warangkanya namun tidak memiliki tenaga dalam yang mampu mengimbangi kekuatan dari pedang Naga Puspa tersebut, maka si pemegang pedang tenaganya akan langsung tersedot habis oleh energi ghaib yang berada dalam pedang Naga Puspa ini hingga bisa menyebabkan kematian. Sudah banyak korban-korban yang berjatuhan akibat kecerobohan menggunakan pedang ini.

Arya Kamandanu sendiri tidak pernah berani berlama-lama ketika menggunakan pedang tersebut, karena meski ia sudah menguasai jurus -jurus dasar Naga Puspa, Namun ia masih belum mampu mengendalikan tenaga liar yang ada dalam pedang ini. Hingga suatu saat, pedang ini pun jatuh ketangan musuh besarnya, akibatnya banyak korban yang berjatuhan.

Ketika Arya Kamandanu digigit oleh ular siluman naga puspa, kemudian bertapa hingga 40 hari lamanya dan mampu menyempurnakan jurus naga puspanya sampai ke tahap akhir dan dengan bantuan Keris Mpu Gandring, barulah ia bisa merebut kembali Pedang Pusaka tersebut dari tangan musuh bebuyutannya, dan kemudian dengan kekuatan ghaib ular Naga Puspa yang sudah mengalir dalam tubuhnya, akhirnya Kamandanu bisa menaklukkan keganasan pedang ini, sehingga sinar yang dikeluarkan oleh pedang Naga Puspa ini berubah menjadi berwarna kebiru-biruan.

Pada masa akhir petualangannya, agar Pedang Pusaka tersebut tidak jatuh lagi ke tangan pendekar yang berwatak jahat, Kamandanu akhirnya memilih untuk berpisah dengan Pedang Pusaka ini, kemudian dengan mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, ia menancapkan pedang tersebut sangat dalam pada sebongkah batu besar di sebuah gua yang tersembunyi, di lereng Gunung Arjuna. Di sini pula Arya Kamandanu bertemu dengan sang patih besar Gajah Mada.

ORANG-ORANG BERPENGARUH DALAM PERJALANAN HIDUP ARYA KAMANDANU

Mei Shin



Adalah seorang pendekar wanita berkebangsaan Mongolia. Bersama suaminya Lou Shi San, Mei Shin berlayar ke tanah Jawa sambil membawa Pedang Nagapuspa ciptaan Empu Ranubaya. Namun di Tanah Jawa Mei Shin dan suaminya malah dikejar-kejar oleh Para prajurit kediri yang dipimpin oleh Empu Tong Bajil dan Dewi Sambi. Empu Tong Bajil sangat menginginkan Pedang Nagapuspa. Oleh karena itu dia terus memburu Mei Shin dan Lou Shi San.

Dalam sebuah pertarungan Lou Shi San terluka parah akibat terkena Aji Segara Geni milik Empu Tong Bajil. Namun untunglah Arya Kamandanu yang sedang mengembara tidak sengaja bertemu dan menolongnya. Sayangnya, jiwa Lou Shi San sudah tidak bisa tertolong lagi. Setelah beberapa hari diobati dia pun akhirnya meninggal. Dari Lou Shi San dan Mei Shin Arya Kamandanu tahu kalau Empu Ranubaya terdampar di negeri Cina karena dibawa oleh utusan Kaisar Kubilai Khan yang telah dipermalukan oleh Prabu Kertanegara. Kemudian dia diminta membuat senjata pusaka oleh Kaisar Kubilai Khan. Karena terancam bahaya, Empu Ranubaya diselamatkan oleh Mei Shin dan Lou Shi San.

Mei Shin lalu ditampung di rumah Arya Kamandanu. Sedikit demi sedikit benih-benih cinta bersemi di hati mereka. Namun prajurit-prajurit Kediri terus memburu Mei Shin. Karena tidak ingin menyusahkan Kamandanu diam-diam Mei Shin pun pergi.

Kemudian Mei Shin bertemu dengan Arya Dwipangga. Mei Shin tahu kalau Arya Dwipangga mencintainya. Namun dia tidak menghiraukannya. Syair-syair Arya Dwipangga hanya dianggap sebuah angin lalu saja. Namun Arya Dwipangga tidak kehilanggan akal, dia mencampur obat perangsang kedalam minuman untuk diberikan kepada Mei Shin sehingga membuat Mei Shin mabuk dan tidak sadar, pada akhirnya Arya Dwipangga berhasil menodai kesucian Mei Shin.

Untungnya Arya Kamandanu adik dari Arya Dwipangga mau berbesar hati dengan bertanggung jawab kepad Mei Shin. Dengan hati yang terluka Arya Kamandanu menikahi Mei Shin. Dan Mei Shin lalu menyerahkan Pedang Nagapuspa miliknya kepada Arya Kamandanu.

Ketika rumah Empu Hanggareksa diserbu oleh Prajurit Kediri, Mei Shin berhasil lolos. Kembali dia dikejar-kejar oleh prajurit Kediri. Namun Mei Shin diselamatkan oleh Nini Raga Runting dan Aki Tamparoang. Mereka adalah sepasang pendekar tua yang berilmu tenaga kanuragan tinggi. Nini Ragarunting terkenal dengan senjata andalannya yaitu Selendang Kuning. Sedangkan Aki Tamparoang terkenal dengan senjatanya yaitu Ikat Kepala Gledek.

Aki Tamparoang dan Nini Ragarunting berhasil mempertemukan kembali Mei Shin dan Arya Kamandanu. Selama beberapa waktu Mei Shin dan Kamandanu bisa hidup bersama.
Kamandanu tertarik untuk menjadi prajurit Majapahit. Tidak Lama setelah Kamandanu pergi, Dewi Sambi dan anak buahnya datang ke lereng Gunung Arjuno dan menyerang tempat tinggal Mei Shin. Mei Shin kembali bertarung melawan Dewi Sambi. Mei Shin terluka parah dan jatuh ke dalam jurang setelah terkena Aji Tapak Wisa milik Dewi Sambi. Untunglah Ayu Wandira dan Panji Ketawang yang sebelumnya ikut dibawa oleh Kamandanu untuk tinggal bersama Mei Shin diselamatkan oleh Nini Raga Runting dan Aki Tamparoang. Kelak Ayu Wandira akan menjadi murid Nini Raga Runting dan mewarisi jurus Emban Gendong Momongan.

Mei Shin ditemukan oleh Tabib Wong Yin dan anak angkatnya Ratanca yang saat itu sedang mencari dedaunan untuk obat. Mei Shin kemudian dibawa ke tempat Tinggal Tabib Wong Yin. Di sana Mei Shin disembuhkan dari luka-lukanya. Mei Shin tertarik dengan ilmu pengobatan. Dia lalu belajar ilmu pengobatan kepada Tabib Wong Yin. Selain ilmu pengobatan, Mei Shin juga mendapat satu ilmu yang bernama ilmu kabegjan, yaitu sebuah ilmu yang bisa melindungi diri dari bahaya selama pemiliknya tidak pernah berbohong. Akhirnya Mei Shin menjadi seorang tabib terkenal dan berganti nama menjdi Nyai Paricara.

Ketika Sang Prabu Kertarajasa Jayawardana sakit keras, Nyai Paricara alias Mei Shin datang ke Majapahit. Bersamaan dengan itu Sakawuni pun melahirkan, sehingga di samping mengobati raja, Mei Shin juga harus menolong persalinan Sakawuni. Sayang dua-duanya tidak tertolong. Mei Shin bertemu lagi dengan Kamandanu, tapi dia tidak mengungkapkan jati dirinya yang sebenarnya. Mei Shin meninggal, karena terkena wabah penyakit Mageleh setelah dia mengobati warga Desa Binor.

Sakawuni



Adalah seorang gadis yang hidupnya ugal-ugalan. Dia adalah cucu Ki Sugata Brahma, Pendekar Lengan Seribu. Untuk melampiaskan dendamnya pada orang-orang Singasari, Sakawuni bergabung dengan orang-orang Kediri. Namun sebenarnya Sakawuni adalah seorang gadis berjiwa pendekar. Dia beberapa kali menolong Mei Shin, Lou Shi San, dan Kamandanu dari gangguan para prajurit kediri secara sembunyi-sembunyi. Dalam sebuah pertarungan melawan Empu Tong Bajil dan kawan-kawannya Kamandanu terluka parah. dia diselamatkan oleh Sakawuni dan dibawa ke rumah kakeknya. Ki Sugata Brahma mengatakan Bahwa luka Kamandanu bisa disembuhkan dengan Bunga Tunjung Biru. Untunglah Sakawuni bertemu dengan Aki Tamparoang. Atas petunjuk Aki Tamparoang Sakawuni membawa Kamandanu ke bukit Panampihan untuk meminta Bunga Tunjung Biru pada pemiliknya yaitu Dewi Tunjung Biru. Ternyata Dewi Tunjung Biru adalah ibu kandung sakawuni yang sudah lama menghilang. Sakawuni senang bisa bertemu dengan ibu kandungnya dan luka-luka Kamandanu bisa disembuhkan.

Sakawuni pergi ke Majapahit untuk membunuh Banyak Kapuk, perwira Singasari yang telah meninggalkan ibunya. Hampir saja Banyak Kapuk terbunuh, namun akhirnya Sakawuni sadar dan mau memaafkan ayahnya itu. Dia akhirnya bersedia mengabdi kepada Majapahit.
Bersama Arya Kamandanu Sakawuni menjalankan tugas sebagai prajurit Majapahit, termasuk di antaranya adalah menumpas gerombolan perampok yang dipimpin Empu Tong Bajil. Setelah Gerombolan itu dihancurkan, Sakawuni dan Arya Kamandanu menikah.

Sayang, Sakawuni meninggal setelah melahirkan akibat mengalami pendarahan hebat. Sepeninggal Sakawuni Arya Kamandanu mengundurkan diri dari keprajuritan dan kembali menyepi di lereng Gunung Arjuno bersama anaknya.

Nini Raga Runting dan Aki Tamparoang


Sebenarnya mereka berdua sudah saling mencintai sejak mereka masih sama-sama muda. Namun keduanya tidak mau mengungkapkan cintanya, sehingga sampai hari tua mereka tidak bisa hidup bersama. Keduanya selalu bertarung dan saling mengejek setiap kali bertemu. Nini Ragarunting sering menyebut Aki Tamparoang dengan sebutan ”sapi ompong”. Dan Aki Tamparoang menyebut Nini Ragarunting dengan sebutan ”kambing peot”. Namun keduanya juga saling tolong-menolong jika keadaan sedang genting.

Aki Tamparoang tewas ketika membantu keponakannya bernama Gajahbiru yang telah memberontak terhadap Majapahit. Kematian Kaki Tamparoang sangat tragis. Seluruh tubuhnya tertembus anak panah sampai ke mulutnya. Nini Ragarunting sangat bersedih atas kematian Aki Tamparoang. Dicabutinya anak-anak panah yang menancap di tubuh Aki Tamparoang satu persatu. Kemudian dikuburkannya mayat Aki Tamparoang.
Sampai akhir hayatnya Nini Ragarunting hidup bersama-sama Ayu Wandira, walaupun beberapa kali sempat terpisah. Bagi Nini Ragarunting Ayu Wandira sudah dianggap sebagai cucunya sendiri.

 Para Musuh Arya Kamandanu

Arya Dwipangga


Arya Kamandanu mempunyai seorang kakak bernama Arya Dwipangga, berbeda dengan Kamandanu, Arya Dwipangga memiliki karakter licik, ia lebih suka terhadap olah sastra (jawa/membaca syair-syair).

Dia gemar bersyair dan merayu para wanita dengan syair-syairnya itu. Dia sangat mudah jatuh cinta kepada setiap wanita cantik, meskipun wanita itu adalah kekasih adiknya sendiri. dengan syair-syairnya inilah pada akhirnya Arya Dwipangga berhasil menaklukkan kekasih adiknya (Nari Ratih) Pertama dia merebut dan menodai keperawanan Nari Ratih lalu menikahinya. Dari pernikahannya dengan Nari Ratih inilah Arya Dwipangga memiliki seorang putra yang bernama Panji Ketawang. Beberapa tahun kemudian Dwipangga bertemu dengan Mei Shin. Arya Dwipangga langsung jatuh cinta kepada Mei Shin. Lagi-lagi Arya Dwipangga tidak perduli kalau Mei Shin adalah kekasih Adiknya sendiri Arya Kamandanu.

Seperti biasa Arya Dwipangga mencoba merayunya menggunakan syair-syairnya untuk memikat hati Mei Shin. Namun kali ini syair-syair Arya Dwipangga tidak mampu memikat hati Mei Shin. Akhirnya Arya Dwipangga menodai Mei Shin dengan menggunakan obat perangsang, sehingga Mei Shin pun akhirnya mengandung dan kemudian melahirkan seorang anak perempuan bernama Ayu Wandira.

Kamandanu sangat marah atas perbuatan Dwipangga itu. Dihajarnya Arya Dwipangga hingga tangannya menjadi cacat. Merasa sakit hati Arya Dwipangga melaporkan Mei Shin kepada pemerintah Kediri, sehingga rumah Empu Hanggareksa diobrak-abrik dan dibakar. Juga Empu Hanggareksa tewas dalam kejadian itu.

Arya Dwipangga mabuk-mabukan dan menyiksa Nari Ratih hingga tewas. Kamandanu murka untuk kedua kalinya. Arya Dwipangga dihajarnya lagi hingga jatuh ke sumur tua. Di dalam sumur tua itu Arya Dwipangga bertemu dengan seorang laki-laki misterius yang bernama Watukura. Watukura mengajarkan Arya Dwipangga jurus Kidung Pamungkas dan jurus Pedang Kembar. Setelah beberapa tahun lamanya Arya Dwipangga keluar dari sumur tua itu. Dia menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Semua orang yang bertemu dengannya pasti akan mati terbunuh. Setiap akan melakukan pembunuhan, Arya Dwipangga selalu bersyair, sehingga dia mendapat julukan Pendekar Syair Berdarah.

Arya Dwipangga akhirnya bertemu lagi dengan Kamandanu di desa Kurawan, tempat tinggal mereka dulu. Dan kedua kakak beradik itu bertarung habis-habisan. Namun Arya Dwipangga tidak mampu mengalahkan Arya Kamandanu. Ia akhirnya melarikan diri. Arya Dwipangga bertemu dengan Empu Lunggah. Seperti biasa nafsu membunuhnya muncul. Namun dia tidak berdaya melawan Empu Lungga, karena Empu Lunggah menggunakan ilmu Rajut Busana, yaitu sebuah ilmu yang dapat menghilangkan kesaktian seseorang. Arya Dwipangga kehilangan kesaktiannya. Jurus Pedang Kembar dan Kidung Pamungkas tidak berarti lagi. Tak lama kemudian mata Arya Dwipangga buta. Hal itu disebabkan karena kutukan seorang pertapa yang bernama Resi Wisambudi yang telah dibunuhnya.

Arya Dwipangga menyesali semua dosa yang pernah diperbuatnya. Dia ingin bunuh diri, tapi tidak berhasil. Keadaan Arya Dwipangga tak ubahnya seperti pengemis. Dalam keadaan seperti itulah Arya Dwipangga bertemu kembali dengan Mei Shin yang saat itu sudah menjadi tabib terkenal. Awalnya Mei Shin tidak mau menolong Arya Dwipangga, karena hatinya masih terluka akibat ulah Dwipangga yang telah merusak hidupnya. Namun lama-kelamaan Mei Shin akhirnya kasihan juga kepada Arya Dwipangga. Arya Dwipangga akhirnya dibawa ke tempat tinggal Mei Shin.
Arya Dwipangga menikah dengan Mei Shin. Pernikahan itu terjadi karena desakan Ayu Wandira yang menginginkan kedua orangtuanya bersatu. Tentu saja pernikahan itu hanya formalitas saja, karena Mei Shin tetap tidak mau hidup bersama Arya Dwipangga.

Setelah Mei Shin meninggal Arya Dwipangga kembali hidup terlunta-lunta. Namun pada suatu hari Arya Dwipangga bertemu dengan Prabu Jayanegara yang sedang berburu. Prabu Jayanegara tertarik dengan kemampuan Arya Dwipangga bersyair. Akhirnya Arya Dwipangga diangkat menjadi kawiwara istana yang bertugas membacakan syair di depan raja. Dia mengganti namanya menjadi Resi Mahasadu.

Empu Tong Bajil


Empu Tong Bajil adalah pendekar sakti, namun sangat kejam. Pendekar cebol dari Lereng Gunung Tengger ini memiliki senjata andalan yaitu tongkat Pencabut Roh dan ilmu pukulan maut yang bernama Aji Segara Geni. Empu Tong Bajil adalah pemimpin kelompok pendekar yang membantu Pemerintah Kediri. Dalam sebuah pertarungan melawan Arya Kamandanu, Tongkat Pencabut Rohnya pernah patah menjadi dua. Empu Tong Bajil sangat marah. Dia lalu memperdalam Aji Segara Geni di Lereng Gunung Tengger. Setelah beberapa bulan lamanya Empu Tong Bajil berhasil memperdalam Aji Segara Geni. Dia kembali turun Gunung. Dia berniat kembali untuk bertarung melawan Arya Kamandanu. Mereka bertarung di Lembah Kardama. Dalam pertarungan itu Arya Kamandanu kalah dan Pedang Nagapuspa dapat direbut oleh Empu Tong Bajil.

Dengan Pedang Nagapuspa di tangannya Empu Tong Bajil menjadi semakin kuat. Dia dan kelompok perampoknya membuat kekacauan di mana-mana, bahkan dia berani membuat kekacauan langsung di Majapahit. Namun kekacauan yang disebabkan oleh Empu Tong Bajil tidak berlangsung lama karena memiliki Pedang Nagapuspa. Dengan kekuatan ghaib Nagapuspa Kresna dan Keris Empu Gandring yang dipinjam langsung oleh Arya Kamandanu kepada Empu Gandring melalui semedi, akhirnya Arya Kamandanu berhasil merebut kembali Pedang Nagapuspa. Dan Empu Tong Bajil pun tewas setelah dadanya tertembus oleh tajamnya Keris Empu Gandring. Kepala Empu Tong Bajil pun di penggal dan dibawa ke kotaraja Majapahit.

Dewi Sambi


Adalah seorang pendekar wanita yang cantik, namun berwajah dingin dan kejam. Dia adalah kekasih Empu Tong Bajil. Dia sangat mencintai Empu Tong Bajil. Dia rela meninggalkan gurunya di Gunung Kawi hanya demi cintanya pada Empu Tong Bajil. Dari hubungannya dengan Empu Tong Bajil, Dewi Sambi mengandung dan memiliki seorang bayi laki-laki yang bernama Layang Samba. Namun Layang Samba dipelihara oleh Dewi Upas, guru Dewi Sambi yang memiliki kesaktian luar biasa. Diantaranya dia menguasai ilmu ular. Dewi Upas bisa memanggil ribuan ular dan memerintahkan mereka untuk melakukan apapun sesuai keinginan Dewi Upas.

Dewi Sambi sangat berduka atas kematian Empu Tong Bajil. Dia berusaha membalaskan dendam kematian Empu Tong Bajil kepada Arya Kamandanu. Dia mengirimkan jasad Empu Tong Bajil yang disertai surat palsu yang berisi tantangan Arya Kamandanu kepada Padepokan Tengger. Maksudnya adalah agar Wong Agung (guru Empu Tong Bajil) merasa marah kepada Arya Kamandanu. Akan tetapi Wong Agung tidak terpancing begitu saja, karena dia tahu kalau Empu Tong Bajil adalah seorang murid dan pendekar yang jahat. Kemudian Dewi Sambi bersekutu dengan Arya Dwipangga alias Pendekar Syair Berdarah. Bersama-sama mereka melawan Arya Kamandanu. Namun lagi-lagi usahanya tidak berhasil.

Dewi Sambi bertemu kembali dengan Mei Shin. Saat itu Mei Shin sedang dalam perjalanan ke Majapahit untuk mengobati Sang Prabu Kertarajasa Jayawardana. Dewi Sambi tidak menyangka kalau Mei Shin masih hidup. Dewi Sambi kemudian bertarung melawan Mei Shin. Dia ingin membunuh Mei Shin karena Mei Shin dianggap mempunyai hubungan dengan Arya Kamandanu. Namun Dewi Sambi selalu gagal menyerang dengan Pukulan Tapakwisanya ketubuh Mei Shin. Setiap kali Aji Tapakwisa akan mengenai dirinya Mei Shin selalu bisa menghindar. Akhirnya Dewi Sambi menggunakan tipu muslihat. Dia berpura-pura minta maaf kepada Mei Shin. Ketika Mei Shin sedang lengah, Dewi Sambi membokongnya. Tetapi lagi-lagi Dewi Sambi tidak berhasil. Aji Tapakwisanya malah berbalik mengenai dirinya sendiri, sehingga Dewi Sambi tewas dengan tubuh tertancap di tonggak kayu runcing. Itu adalah akibat kutukan Resi Wisambudi seorang pertapa yang dibunuhnya bersama Arya Dwipangga.

Empu Renteng

Adalah seorang pendekar yang tidak banyak bicara. Dia tidak kalah sakti dengan Empu Tong Bajil dan Dewi Sambi. Pendekar dari Gunung Petiri ini mempunyai sebilah pedang ampuh berwarna kuning, sehingga disebut dengan Pedang Kuning. Dengan Pedang Kuning ini Empu Renteng bisa membunuh lawannya hanya dalam waktu beberapa detik. Selain itu dia juga memiliki ilmu kebal yang bernama Blabak Pengantolan. Tidak ada senjata apapun yang mampu untuk menembus kulitnya, termasuk juga senjata pusaka sekalipun.

Ketika terjadi peperangan antara Majapahit melawan Kediri Empu Renteng bertarung melawan Ranggalawe. Empu Renteng mati-matian melawan Ranggalawe. Ternyata Ilmu Blabak Pengantolan masih kalah kuat dengan senjata pusaka keris milik Ranggalawe sehingga tidak mampu menahan tajamnya Keris Megalamat pusaka milik Ranggalawe, sehingga Empu Rentengpun terluka parah. Empu Renteng akhirnya berpisah dengan Empu Tong Bajil.Dia bermaksud untuk mencari seorang tabib agar bisa menyembuhkan luka-luka dalamnya. Namun dia malah berujung nasib sial karena bertemu dengan musuh lamanya, yaitu Watukura.

Watukura ingin menguji sejauh mana kemampuan Arya Dwipangga yang sudah menguasai ajian Kidung Pamungkas. Dia menyuruh Arya Dwipangga untuk bertarung melawan Empu Renteng. Tentu saja Empu Renteng yang sedang terluka itu tidak mampu melawan ajian Kidung Pamungkas milik Arya Dwipangga. Akhirnya diapun tewas terkena Aji Kidung Pamungkas. Namun pada sisa-sisa kekuatannya Empu Renteng melemparkan Pedang Kuningnya kepada Watukura, sehingga Watukura pun ikut tewas tertembus pedang kuning milik Empu Renteng.



Comments