Kehidupan politik pada masa Kerajaan Singasari dapat kita ketahui dari setiap raja-raja yang pernah memimipinya. Berikut ini merupakan raja-raja yang pernah memimpin dan menguasai Kerajaan Singasari.
1. Ken Arok (1222–1227).
Pendiri pertama dari Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai akan munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun saja (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok akhirnya dibunuh oleh salah seorang suruhan dari Anusapati (anak tiri Ken Arok) tidak lain adalah putra dari Tunggul Ametung yang sebelumnya telah dibunuh oleh Ken Arok. Jasad Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa– Buddha.
2. Anusapati (1227–1248).
Dengan meninggalnya Ken Arok maka tahta Kerajaan Singasari pada akhirnya akan jatuh ke tangan anak tirinya yaitu Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan terhadap Kerajaan Singasari karena terlalu larut dengan kesenangannya dalam menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar juga dan sampai ke telinga Tohjaya (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjaya mengetahui bahwa Anusapati sangat gemar untuk menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan Tohjaya) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati sedang asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjaya menyabut keris buatan Empu Gandring milik ayah sahnya (Ken Arok) dan langsung menusukkan di dada Anusapati. Dengan demikian, setelah meninggalnya Anusapati yang ditandai dengan didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjaya (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari menjadi milik Tohjaya. Namun, Tohjaya memerintah Kerajaan Singasari tidak terlalu lama karena anak dari Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha keras untuk membalaskan dendam karena kematian dari ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil membunuh Tohjaya dan kemudian mengambil alih kekuasaannya.
4. Ranggawuni (1248–1268).
Ranggawuni kemudian naik tahta menjadi raja di Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pemerintahan Ranggawuni banyak membawa ketentraman dan kesejahteran bagi seluruh rakyat Singasari.
Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud untuk mempersiapkannya menjadi seorang raja yang besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268–-1292).
Kertanegara adalah Raja Singasari yang terakhir dan paling terkenal karena memiliki ambisi dan cita-cita untuk dapat mempersatukan seluruh Nusantara di bawah Kerajaan Singasari. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia banyak dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu :
1. Mahamentri i Hino.
2. Mahamentri i Halu.
3. Mahamenteri i Sirikan.
Untuk dapat mewujudkan keinginannya agar dapat mempersatukan Nusantara, ia kemudian mengganti para pejabat-pejabatnya yang masih kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiraja.
Setelah Jawa dapat dikuasai, kemudian perhatiannya mulai tertuju ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Kerajaan Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan mengirimkannya patung Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah raja Kertanegara. Tujuannya adalah untuk menguasai Selat Malaka. Selain itu juga menaklukkan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasan kekuasaan dari Kublai Khan dari Dinasti Mongol. Kubilai Khan yang menuntut kepada raja-raja di seluruh daerah selatan termasuk Indonesia untuk mengakuinya sebagai yang dipertuan agung. Kertanegara menolak dengan cara mengusir dan melukai wajah utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini menjadikan Kublai Khan sangat marah besar dan bermaksud untuk menghukumnya dengan mengirikan sebagian pasukannya ke pulau Jawa.
Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari telah dikirimkan untuk menahan dan menghadapi serangan dari Mongol, maka Jayakatwang menggunakan cara licik dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyerang Kertanegara. Jayakatwang sebenarnya merupakan keturunan asli dari Kertajaya (Raja terakhir dari Kerajaan Kediri). Serangan akhirnya dilakukan oleh Jayakatwang dari dua arah sekaligus, yaitu dari arah utara yang merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan yang merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera sedang berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanagera beserta para pembesar- pembesar istana akhirnya tewas dalam serangan tersebut. Raden Wijaya (sang menantu Kertanegara) berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud untuk meminta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja (Buapati Sumenep). Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan akhirnya mengabdi kepada Jayakatwang serta diberikan sebidang tanah yang bernama Tanah Terik yang nantinya menjadi asal mula berdirinya Kerajaan Majapahit.
Dengan gugurnya Kertanegara pada tahun 1292, maka Kerajaan Singasari dikuasai sepenuhnya oleh Jayakatwang. Hal ini berarti berakhirlah kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa-Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Sedangkan arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog, yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA KERAJAAN SINGASARI
Pada dasarnya tidak banyak dari sumber prasasti serta berita dari negeri-negeri asing yang dapat memberikan keterangan secara jelas tentang kehidupan perekonomian masyarakat Singasari. Akan tetapi, berdasarkan analisis telah diketahui bahwa pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai Brantas dan dapat diduga bahwa masyarakat Singasari banyak menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Keadaan itu juga didukung dengan melimpahnya hasil bumi yang menyebabkan Raja Kertanegara semakin memperluas wilayahnya terutama untuk tempat-tempat yang strategis dalam hal lalu lintas perdagangan.
Keberadaan Sungai Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana utama dalam lalu lintas perdagangan dari wilayah pedalaman kerajaan dengan dunia luar. Dengan demikian, perdagangan juga menjadi salah satu andalan bagi perkembagan ekonomi dari Kerajaan Singasari.
1. Ken Arok (1222–1227).
Pendiri pertama dari Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai akan munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun saja (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok akhirnya dibunuh oleh salah seorang suruhan dari Anusapati (anak tiri Ken Arok) tidak lain adalah putra dari Tunggul Ametung yang sebelumnya telah dibunuh oleh Ken Arok. Jasad Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa– Buddha.
2. Anusapati (1227–1248).
Dengan meninggalnya Ken Arok maka tahta Kerajaan Singasari pada akhirnya akan jatuh ke tangan anak tirinya yaitu Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan terhadap Kerajaan Singasari karena terlalu larut dengan kesenangannya dalam menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar juga dan sampai ke telinga Tohjaya (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjaya mengetahui bahwa Anusapati sangat gemar untuk menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan Tohjaya) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati sedang asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjaya menyabut keris buatan Empu Gandring milik ayah sahnya (Ken Arok) dan langsung menusukkan di dada Anusapati. Dengan demikian, setelah meninggalnya Anusapati yang ditandai dengan didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjaya (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari menjadi milik Tohjaya. Namun, Tohjaya memerintah Kerajaan Singasari tidak terlalu lama karena anak dari Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha keras untuk membalaskan dendam karena kematian dari ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil membunuh Tohjaya dan kemudian mengambil alih kekuasaannya.
4. Ranggawuni (1248–1268).
Ranggawuni kemudian naik tahta menjadi raja di Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pemerintahan Ranggawuni banyak membawa ketentraman dan kesejahteran bagi seluruh rakyat Singasari.
Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud untuk mempersiapkannya menjadi seorang raja yang besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268–-1292).
Kertanegara adalah Raja Singasari yang terakhir dan paling terkenal karena memiliki ambisi dan cita-cita untuk dapat mempersatukan seluruh Nusantara di bawah Kerajaan Singasari. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia banyak dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu :
1. Mahamentri i Hino.
2. Mahamentri i Halu.
3. Mahamenteri i Sirikan.
Untuk dapat mewujudkan keinginannya agar dapat mempersatukan Nusantara, ia kemudian mengganti para pejabat-pejabatnya yang masih kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiraja.
Setelah Jawa dapat dikuasai, kemudian perhatiannya mulai tertuju ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Kerajaan Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan mengirimkannya patung Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah raja Kertanegara. Tujuannya adalah untuk menguasai Selat Malaka. Selain itu juga menaklukkan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasan kekuasaan dari Kublai Khan dari Dinasti Mongol. Kubilai Khan yang menuntut kepada raja-raja di seluruh daerah selatan termasuk Indonesia untuk mengakuinya sebagai yang dipertuan agung. Kertanegara menolak dengan cara mengusir dan melukai wajah utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini menjadikan Kublai Khan sangat marah besar dan bermaksud untuk menghukumnya dengan mengirikan sebagian pasukannya ke pulau Jawa.
Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari telah dikirimkan untuk menahan dan menghadapi serangan dari Mongol, maka Jayakatwang menggunakan cara licik dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyerang Kertanegara. Jayakatwang sebenarnya merupakan keturunan asli dari Kertajaya (Raja terakhir dari Kerajaan Kediri). Serangan akhirnya dilakukan oleh Jayakatwang dari dua arah sekaligus, yaitu dari arah utara yang merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan yang merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera sedang berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanagera beserta para pembesar- pembesar istana akhirnya tewas dalam serangan tersebut. Raden Wijaya (sang menantu Kertanegara) berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud untuk meminta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja (Buapati Sumenep). Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan akhirnya mengabdi kepada Jayakatwang serta diberikan sebidang tanah yang bernama Tanah Terik yang nantinya menjadi asal mula berdirinya Kerajaan Majapahit.
Dengan gugurnya Kertanegara pada tahun 1292, maka Kerajaan Singasari dikuasai sepenuhnya oleh Jayakatwang. Hal ini berarti berakhirlah kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa-Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Sedangkan arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog, yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA KERAJAAN SINGASARI
Pada dasarnya tidak banyak dari sumber prasasti serta berita dari negeri-negeri asing yang dapat memberikan keterangan secara jelas tentang kehidupan perekonomian masyarakat Singasari. Akan tetapi, berdasarkan analisis telah diketahui bahwa pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai Brantas dan dapat diduga bahwa masyarakat Singasari banyak menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Keadaan itu juga didukung dengan melimpahnya hasil bumi yang menyebabkan Raja Kertanegara semakin memperluas wilayahnya terutama untuk tempat-tempat yang strategis dalam hal lalu lintas perdagangan.
Keberadaan Sungai Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana utama dalam lalu lintas perdagangan dari wilayah pedalaman kerajaan dengan dunia luar. Dengan demikian, perdagangan juga menjadi salah satu andalan bagi perkembagan ekonomi dari Kerajaan Singasari.
Comments
Post a Comment