RAJA-RAJA KETURUNAN KERAJAAN SALAKANAGARA

1. Maharaja Dewawarman I (130 – 168 M).

Sebelum akhirnya mendirikan kerajaan Salakanagara, beliau adalah seorang utusan/duta dari Maharaja Palawa (berpusat di India). Dalam menjalankan tugasnya sebagai utusan raja tersebut, beliau pernah mengunjungi berbagai kerajaan-kerajaan dari Ujung seperti :

1. Mendini.
2. Bumi Sopala.
3. Yawana, Syangka.
4. Kerajaan Tiongkok/Cina.
5. Abasid (Mesopotamia).

Raja yang satu ini memiliki dua orang istri :

1. Putri dari Benggala (India).
2. Putri dari Aki Tirem  yang bernama Pohaci Larasati.

Setelah mendirikan Salakanagara, beliau sudah bergelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara (selanjutnya disebut Dewawarman I). Sedangkan Pohaci Larasati (permaisurinya) bergelar Dewi Dwani Rahayu.

Dewawarman I, seringkali harus memimpin langsung pasukannya dalam upaya untuk menumpas para bajak laut yang semakin mengancam keadaan maritim Kerajaan Salakanagara. Karena beliau begitu ahli dalam hal tehnik/strategi bertempur dalam wilayah kelautan, maka para perompak saat itu dapat ditumpas  sampai habis oleh Dewawarman I dan mereka akhirnya merasa takut untuk kembali memasuki wilayah Kerajaan Salakanagara.


Kemungkinannya adalah Dewawarman I pada masa kekuasaannya, membentuk beberapa kompleks candi di daerah Batujaya (Karawang). Bangunan candi-candi kecil tersebut yang semuanya berjumlah total sekitar 24 candi tersebut memperlihatkan terdapatnya unsur-unsur bangunan agama Budha.

Dari pernikahannya yang pertama dengan putri Benggala, beliau memiliki seorang putra yang bernama Singasagara Bhimayasawirya. Sedangkan dari pernikahannya dengan Pohaci Larasati, Dewawarman I memiliki beberapa orang anak. Anak laki-lakinya yang tertua bernama Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra (Dewawarman  II) yang kelak suatu saat nanti akan ditunjuk sebagai pengganti dari kedudukan ayahnya sebagai penerus penguasa Kerajaan Salakanagara berikutnya.

2. Maharaja Dewawarman II (168 – 195 M).

Maharaja Dewawarman II sebenarnya tidak memiliki seorangpun putra laki-laki yang nantinya akan meneruskan tahta kerajaan. Dari permaisurinya yang berasal dari Jawa Tengah, lahirlah seorang  putri yang bernama  Dewi Tirta Lengkara dan kemudian dinikahkan dengan seorang raja daerah Ujung Kulon yang bernama Darma Satyanagara.

Karena peraturan saat itu hanya memperbolehkan seorang putra laki-laki yang berhak untuk menggantikan kedudukan sang raja, maka saat itu Dewawarman II turun tahta dan tampuk kekuasaannya kemudian diteruskan oleh saudara tirinya yaitu oleh Singasagara Bhimayasawirya (anak Dewawarman I dari seorang putri di Bengala, India).

3. Maharaja Dewawarman III (195 – 238 M).

Pada saat dinobatkan menjadi raja, beliau diberi gelar Dewawarman III. Pada masa kekuasaanya, para bajak laut sudah mulai banyak bermunculan kembali setelah sekian lama menghilang ditumpas oleh ayahnya (Dewawarman I). Melalui suatu pertempuran, para bajak laut yang berasal dari Negeri Tiongkok/Cina berhasil ditumpas oleh Dewawarman III bersama para pasukan maritimnya.

Sedangkan untuk urusan politik Kerajaan Salakanagara, Dewawarman III berusaha menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan-kerajaan dari Daratan Cina/Tiongkok dan bebeapa kerajaan dari India. Kemungkinan besarnya adalah karena beliau tidak memiliki garis keturunan dari Aki Tirem, maka dari itu saat Dewawarman III turun tahta, tampuk kekuasaan diserahkan kepada Darma Satyanagara, seorang raja daerah Ujung Kulon yang merupakan menantu dari Dewawarman II.

4. Maharaja Dewawarman  IV  (238 – 25 M).

Nama aslinya adalah Darma Satyanagara. Pada awalnya dia merupakan raja dari Kerajaan Ujung Kulon (kerajaan bawahan Salakanagara). Namun setelah beliau menikah dengan Tirta Lengkara (puteri sulung Dewawarman II), maka beliau dipercaya penuh sebagai penerus tahta Kerajaan Salakanagara.

Dari pernikahannya dengan Tirta Lengkara, lahirlah seorang puteri yang bernama Mahisa Saramhardini  Warmandewi.

5. Maharaja Dewawarman  V  (251 – 276 M).

Ketika Dewawarman IV turun tahta, lagi-lagi Salakanagara tidak memiliki seorang putra mahkota laki-laki. Tradisi kerajaan yang mengharuskan laki-laki sebagai raja, tidak dapat terpenuhi. Untuk mengatasi keadaan ini, maka suami dari putri sulung Dewawarman  IV (Mahisa Saramhardini Warmandewi) yang bernama Darmasatyajaya akhirnya dinobatkan sebagai raja  dan diperkenankan memakai gelar Dewawarman V.

Selain bertindak sebagai seorang raja, Dewawarman V memiliki jabatan lain yaitu sebagai Senopati Sarwajala (panglima angkatan laut Kerajaan Salakanagara). Dalam menjalankan tugasnya sebagai panglima angkatan laut, beliau telah gugur pada saat berperang melawan para bajak laut.

6. Mahisa Suramardini  Warmamdewi (276 – 289 M).

Beliau sebenarnya tidak berhak untuk menduduki tahta kerajaan karena dirinya adalah seorang wanita. Namun karena kondisi kepemimpinan yang sudah kosong dan raja sesungguhnya telah tewas dalam pertempuran maritim melawan para bajak laut, akhirnya beliau terpaksa meneruskan tahta suaminya yang gugur di medan pertempuran laut.

Sambil menunggu putra sulungnya untuk beranjak dewasa agar suatu saat nanti mampu untuk menggantikan dirinya dalam menduduki tahta kerajaan Salakanagara. Dengan demikian, sang ratu ini tercatat dalam sejarah kerajaan Salakanagara sebagai wanita pertama yang pernah memegang kekuasaan tertinggi dari suatu kerajaan yang berada di wilayah barat Jawa.

7. Maharaja Dewawarman  VI  (289 – 308 M).

Raja ini merupakan putra sulung dari pasangan Dewawarman V dan Mahisa Saramhardini  Warmandewi. Beliau memiliki nama asli yaitu Prabu Ganayanadewa Linggabumi.

Beliau memiliki permaisuri yang berasal dari negeri India. Dari pernikahannya tersebut terlahir 3 orang putera dan 3 orang puteri, antara lain adalah :

1. Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati, yang suatu saat akan menjadi penerus tahta kerajaan Salakanagara.
2. Salaka Kancana Warmandewi, putri ini yang nantinya akan menikah dengan menteri dari Kerajaan Gaudi (Benggala, India Timur).
3. Kartika Candra Warmandewi, puteri ini akan menikah dengan raja muda dari negeri Yawana (daerah dari daratan Asia Tenggara).
4. Gopala Jayangrana, suatu saat yang akan menjadi menteri dari Kerajaan Calankayana (India).
5. Sri Gandari Lengkaradewi, puteri ini menikah dengan menteri panglima angkatan laut Kerajaan Palawa (India).
6.    Skandamuka Dewawarman Jayasastru, yang kelak akan menajadi senopati dari kerajaan Salakanagara.

8. Maharaja Dewawarman VII  (308 – 340 M).

Dewawarman VII merupakan putra sulung dari Dewawarman VI. Saat penobatannya sebagai raja Salakanagara, beliau bergelar Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati.

Beliau sebenarnya memiliki hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Bakulapura (Kerajaan Kutai, Kalimantan). Kekerabatan ini berdasarkan kakak permaisuri dari Dewawarman VII menikah dengan Atwangga (raja Bakulapura). Pernikahan antara kakak ipar Dewawarman dengan raja Bakulapura itu, lahirlah Kudungga (yang suatu saat akan menjadi raja pertama dari Kerajaan Kutai). Dewawarman VII memiliki seorang putri sulung yang bernama Spatikarnawa Warmandewi.

9.  Senopati Krodamaruta  ( 340 M).

Senopati Krodamaruta merupakan putra dari Gopala Jayangrana (putra ke-4 dari Dewawarman VI yang bertugas sebagai menteri di Kerajaan Calankayana). Krodamaruta merebut tahta Salakanagara persis disaat Dewawarman VII telah wafat.

Senapati Krodamaruta tiba di ibukota Rajatapura dari Kerajaan Calankayana bersama ratusan pasukan bersenjata lengkap dan langsung mengklaim dirinya sebagai penerus kerajaan Salakanagara tanpa menghiraukan adat istiadat dari pergantian kekuasaan yang selama ini sudah dijalankan. Peristiwa ini terjadi karena Krodamaruta melihat peluang tersebut ketika ahli waris tahta Salakanagara yang sah adalah seorang perempuan dan apalagi belum bersuami.

Karena sikapnya yang melanggar adat pergantian kekuasaan tersebut, Krodamaruta sama sekali tidak disukai oleh keluarga kerajaan dan penduduk Salakanagara. Beruntunglah peristiwa yang tidak harmonis antara pemimpin dengan bawahannya di Salakanagara ini tidak berlangsung lama, karena Krodamaruta tewas tertimpa batu besar yang tengah longsor dari puncak bukit ketika sedang berburu di hutan. Diantara penguasa kerajaan Salakanagara Krodamaruta tergolong penguasa yang paling sebentar, karena hanya berkuasa selama 3 bulan saja.

10. Spartikarnawa Warmandewi  (340 – 348 M).

Untuk mengisi kekosongan kekuasan, akhirnya dengan terpaksa putri ini kembali mengambil alih tahta Salakanagara meskipun saat itu ia belum menikah. Beliau terkenal karena cantik, pintar serta amat bijaksana.

Pada saat kekuasaannya tepatnya pada tahun 346 M, ibukota Rajatapura kedatangan pengungsi dari Kerajaan Palawa karena kerajaan tersebut telah dikuasai oleh Kerajaan Samudragupta (India). Diantara para rombongan pengungsi itu terdapat bibi dari Spatikarnawa Warmandewi yang bernama Sri Gandari Lengkaradewi (putri ke-5 dari Dewawarman VI).

Spatikarnawa Warmandewi berkuasa hingga beliau menikah dengan saudara sepupunya sendiri (anak laki-laki dari Sri Gandari Lengkaradewi).

11. Maharaja  Dewawarman  VIII  (348 – 362 M).

Sebelum akhirnya menjadi suami dari Spatikarnawa Warmandewi, beliau merupakan panglima angkatan laut Kerajaan Palawa. Di saat dinobatkan sebagai raja Salakanagara, beliau diberi gelar Prabu Darmawirya Dewawarman.

Pada masa kekuasaannya inilah, Salakanagara mencapai masa-masa puncak kejayaannya. Kehidupan penduduk semakin makmur dan sejahter, dan sang raja banyak memajukan kehidupan keagamaan. Mayoritas penduduk saat itu adalah memeluk agama Ganapati yang memuja Ganesha. Sedangkan sisanya ada yang memuja Wisnu, Siwa, Siwa-Wisnu, dan kepercayaan asli leluhur.

Dewawarman VIII membuat beberapa candi dan patung bagi semua penganut agama yang ada pada saat itu. Untuk penganut Siwa dibuatkan patung Siwa Mahadewa dengan hiasan bulan sabit pada kepalanya (mardhacandrakapala).  Untuk penganut Ganapati dibuatkan patung Ganesha (Ghayanadawa). Tidak ketinggalan juga patung Wisnu dia persembahkan bagi para pemujanya.

Raja ini juga mendirikan candi di wilayah Lebak Cibedug, (sekarang termasuk Kabupaten Lebak). Konon menurut pengamatan satelit pengindraan minyak Amerika Serikat, candi ini memiliki 2 kali luas dari Candi Borobudur. (Penyusun belum menemukan bukti otentik dari keterangan ini).

Dewawarman VIII  memiliki  2  orang  permaisuri :

1. Permaisuri Spatikarnawa Warmandewi yang suatu saat akan melahirkan keturunan  yang akan menjadi raja-raja di wilayah  barat  Jawa  dan  Kalimantan.
2. Permaisuri Candralocana (puteri seorang Brahmana dari Calankayana), dari permaisuri ini lahirlah keturunan yang kelak akan menjadi raja-raja dari pulau Sumatera, Semenanjung, dan Jawa Tengah.

Berikut ini merupakan nama-mana putra dan putri dari Dewawarman VIII :

1. Iswari Tunggal Pertiwi Warmadewi (Dewi Minawati), puteri ini kelak menikah dengan Sang Maharesi Jayasingawarman (pendiri Kerajaan Tarumanagara).
2. Aswawarman, putera ini diangkat anak sejak kecil oleh Kudungga (raja pertama Kerajaan Kutai), kemudian dijodohkan dengan puterinya dan akhirnya meneruskan kekuasaannya di Kerajaan Kutai.
3. Dewi Indari, kelak puteri ini menikah dengan Maharesi Santanu (Raja Kerajaan Indraprahasta yang pertama).
Putera-puterinya yang lain tinggal di Yawana dan Semenanjung. Sementara yang hijrah ke pulau Sumatera, kelak akan menurunkan keturunan raja-raja disana termasuk Sang Adityawarman (Raja Sriwijaya). Sedangkan putranya yang bungsu menjadi penerus Kerajaan Salakanagara dengan gelar Dewawarman IX.

12. Maharaja Dewawarman  IX  (362-?).

Pada masa pemerintahannya, pamor kekuasaan Salakanagara sudah mulai menurun drastis, hal ini sangat berbalik dengan berbagai prestasi yang telah dilakukan oleh ayahnya (Dewawarman VIII) yang banyak membawa Salakanagara dalam masa kemakmuran. Salakanagara akhirnya semakin kehilangan kewibawaannya “gaungnya” dan akhirnya terlampaui oleh Kerajaan Tarumanegara, bahkan menjadi wilayah bagian dari kekuasaan kerajaan baru tersebut.

Setelah menjadi wilayah kekuasaan Tarumanagara, riwayat raja-raja yang berkuasa di wilayah Salakanagara mulai tidak tercatat lagi dalam goresan tinta sejarah. Namun yang pasti, Salakanagara termasuk kedalam wilayah kerajaan sekutu dari Tarumanagara saat menghadapi beberapa pemberontakan di wilayah Tarumanagara.

 BERBAGAI PENINGGALAN DARI KERAJAAN SALAKANAGARA

Situs yang sangat menguatkan dugaan bahwa terdapatnya Kerajaan Salakanagara tertua di Nusantara adalah di jumpainya  di Ciaruteun, daerah Cihampea, Kabupaten Bogor. Di lokasi situs tersebut banyak sekali ditemukan umpak (penyangga tiang kayu) dengan tidak sengaja. Setiap umpak memiliki ukuran yang cukup besar, yaitu 50 x 50 centimeter dan tinggi bisa mencapai 75 centimeter. Di samping temuan umpak tersebut di seputaran situs juga banyak ditemukan adanya menhir, batu datar (dolmen : untuk upacara persembahyangan), batu berundak, dan bukti-bukti lainnya. Hal ini dapat diindikasikan dengan kepercayaan penduduk Salakanagara yang merupakan kepercayaan dengan budaya megalitik, yang memiliki sebuah kepercayaan yaitu menghormati roh para leluhur dan menyembahnya.

Peninggalan kerajaan Salakanagara yang lainya adalah situs Cihunjuran di Gunung Pulosari, Pandeglang Banten.



Comments