Di bawah kekuasaan Mataram, daerah-daerah di Priangan yang semula berstatus kerajaan berubah menjadi kabupaten. Wilaayah Galuh berada di bawah kekuasaan Mataram antara tahun 1595-1705. Galuh pertama kali jatuh ke dalam kekuasaan Mataram, ketika Mataram sudah diperintah oleh Sutawijaya alias Panembahan Senopati (1586-1601). Oleh penguasa Mataram, Galuh dimasukkan ke dalam wilayah administratif Cirebon. Setelah Prabu Cipta Sanghiang di Galuh meninggal, beliau kemudian digantikan oleh puteranya bernama Ujang Ngekel bergelar Prabu Galuh Cipta Permana (1610-1618), yang berkedudukan di Garatengah (daerah sekitar Cineam, sekarang masuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya).
Prabu Galuh Cipta Permana yang telah masuk Islam (semula beragama Hindu) ketika menikah dengan putri Maharaja Kawali bernama Tanduran di Anjung. Selain Garatengah, di wilayah Galuh terdapat pusat-pusat kekuasaan, yang dipimpin oleh seseorang yang berkedudukan sebagai bupati dalam artian sebagai raja kecil. Pusat-pusat kekuasaan tersebut antara lain :
• Cibatu.
• Utama (Ciancang).
• Kertabumi (Bojong Lopang).
• Imbanagara.
Kerajaan Mataram menguasai Galuh kemudian Sumedang Larang (1620) dalam usaha untuk menjadikan Priangan sebagai wilayah pertahanan di bagian barat dalam menghadapi kemungkinan serangan pasukan Banten dan Kompeni yang berkedudukan di Batavia. Kekuasaan Mataram di Galuh lebih tampak menonjol ketika Kerajaan Mataram diperintah oleh Sultan Agung (1613-1645) dan Galuh diperintah oleh Adipati Panaekan (1618-1625), putra dari Prabu Galuh CiptaPermana, selaku Bupati Wedana.
Penguasaan Kerajaan Mataram terhadap Galuh dan Sumedang Larang sifatnya sangat jauh berbeda. Kerajaan Galuh dikuasai oleh Mataram melalui cara kekerasan, karena pihak Galuh sudah melakukan perlawanan terlebih dahulu. Sebaliknya, Kerajaan Sumedang Larang jatuh ke tangan kekuasaan Kerajaan Mataram karena bersedia untuk tunduk dan berserah diri, antara lain karena faktor adanya hubungan kekerabatan dan keluarga antara Raden Aria Suriadiwangsa penguasa Sumedang Larang dengan penguasa Kerajaan Mataram.
Pada tahun 1628 Kerajaan Mataram merencanakan persiapan untuk penyerangan terhadap Kompeni di Batavia dan meminta bantuan dari para kepala daerah di Priangan. Ternyata rencana itu menimbulkan perbedaan pendapat yang sangat sengit dan berujung menjadi perselisihan di antara para kepada daerah di Priangan. Dalam hal ini, Adipati Panaekan berselisih dengan adik iparnya, yaitu Dipati Kertabumi, Bupati Bojonglopang, putera Prabu Dimuntur.
Dalam perselisihan tersebut Adipati Panaekan terbunuh (1625). Beliau kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah (Cineam). Pada masa pemerintahan Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Garatengah (Cineam) ke Calincing. Tidak lama kemudian pindah lagi ke Bendanegara (Panyingkiran).
Ketika pasukan Kerajaan Mataram sudah mulai menyerang Batavia (1628), kepala daerah di Priangan memberikan bantuan. Pasukan Galuh dipimpin oleh Bagus Sutapura, pasukan Priangan dipimpin oleh Dipati Ukur, Bupati Wedana Priangan. Dipati Ukur memang mendapat tugas khusus dari Sultan Agung untuk mengusir Kompeni dari Batavia. Ternyata Dipati Ukur gagal melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, akhirnya beliau memberontak terhadap Kerajaan Mataram.
Pemberontakan Dipati Ukur yang berlangsung kurang lebih selama empat tahun (1628-1632) merupakan faktor penting yang mendorong Sultan Agung tahun 1630-an untuk segera memecah wilayah Priangan di luar Sumedang menjadi beberapa kabupaten, termasuk Galuh. Wilayah Galuh dipecah lagi menjadi beberapa pusat kekuasaan kecil, yaitu :
• Utama diperintah oleh Sutamanggala.
• Imbanagara diperintah oleh Adipati Jayanagara.
• Bojong-lopang diperintah oleh Dipati Kertabumi.
• Kawasen diperintah oleh Bagus Sutapura.
Khusus kepala-kepala daerah yang sudah berjasa dalam membantu menumpas pemberontakan Dipati Ukur akhirnya diangkat oleh Sultan Agung menjadi bupati di wilayahnya masing-masing. Pada tahun 1634 Bagus Sutapura sudah disahkan menjadi Bupati Kawasen. Kepala daerah lain yang diangkat menjadi bupati antara lain :
1. Ki Astamanggala (Umbul Cihaurbeuti) menjadi bupati Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangunangun.
2. Ki Wirawangsa (Umbul Sukakerta) menjadi bupati Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha.
3. Ki Somahita (Umbul Sindangkasih) menjadi bupati Parakanmuncang dengan gelar Tumenggung Tanubaya.) (daerah antara Banjarsari sampai Padaherang).
Beliau memerintah Kawasen sampai dengan tahun 1653, kemudian digantikan oleh putranya bernama Tumenggung Sutanangga (1653-1676). Sementara itu, Dipati Imbanagara yang dicurigai oleh pihak Kerajaan Mataram berpihak kepada Dipati Ukur, dijatuhi hukuman mati (tahun 1636). Namun putranya, yaitu Adipati Jayanagara (Mas Bongsar) malah diangkat menjadi Bupati Garatengah. Imbanagara dijadikan nama kabupaten dan Kawasen digabungkan dengan Imbanagara.
Pertengahan tahun 1642 Adipati Jayanagara memindahkan lagi ibukota Kabupaten Galuh ke Barunay (daerah Imbanagara sekarang). Pemindahan ibukota kabupaten yang terjadi tanggal 14 Mulud tahun He (12 Juni 1642 Sejak tahun 1970-an, Pemda Kabupaten Ciamis menganggap tanggal 12 Juni 1642 sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Tentang Hari Jadi Ciamis, akan dibahas pada akhir tulisan. Hal itu disebabkan karena dua alasan utama yaitu :
1. Garatengah dan Bendanegara memberi kenangan buruk dengan ter-bunuhnya Adipati Panaekan dan Dipati Imbanagara.
2. Barunay dianggap lebih cocok menjadi pusat pemerintahan dan akan membawa perkembangan bagi kabupaten tersebut.
Hal itu antara lain ditunjukkan pada masa pemerintahan Adipati Jayanagara yang berlangsung selama 42 tahun. Selama waktu itu, daerah-daerah kekuasaan lain, yaitu :
1. Kawasen.
2. Kertabumi.
3. Utama.
4. Kawali.
5. Panjalu.
Semua nama daerah-daerah diatas telah dihapuskan. Dan semuanya menjadi wilayah Kabupaten Galuh. Dengan demikian, Kabupaten Galuh memiliki wilayah yang sangat luas, yaitu dari Cijolang sampai ke pantai selatan dan dari Citanduy sampai perbatasan Sukapura.
Setelah Adipati Jayanagara meninggal, kedudukannya sebagai bupati digantikan oleh Anggapraja. Akan tetapi tidak lama kemudian jabatan tersebut diserahkan kepada adiknya bernama Angganaya. Sementara itu, daerah utama yang digabungkan dengan Bojonglopang, dikepalai oleh Wirabaya. Dipati Kertabumi yang semula memerintah Bojonglopang, dipindahkan ke Karawang dan menjadi cikal-bakal adanya bupati Karawang.
Sejak tahun 1645 setelah Sultan Agung meninggal, Amangkurat I putera Sultan Agung kembali melakukan reorganisasi pada wilayah Priangan. Wilayah tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa daerah ajeg (setarap kabupaten), antara lain :
1. Sumedang.
2. Bandung.
3. Parakan sampai Muncang.
4. Sukapura.
5. Imbanagara.
6. Kawasen.
7. Galuh.
8. Banjar.
Prabu Galuh Cipta Permana yang telah masuk Islam (semula beragama Hindu) ketika menikah dengan putri Maharaja Kawali bernama Tanduran di Anjung. Selain Garatengah, di wilayah Galuh terdapat pusat-pusat kekuasaan, yang dipimpin oleh seseorang yang berkedudukan sebagai bupati dalam artian sebagai raja kecil. Pusat-pusat kekuasaan tersebut antara lain :
• Cibatu.
• Utama (Ciancang).
• Kertabumi (Bojong Lopang).
• Imbanagara.
Kerajaan Mataram menguasai Galuh kemudian Sumedang Larang (1620) dalam usaha untuk menjadikan Priangan sebagai wilayah pertahanan di bagian barat dalam menghadapi kemungkinan serangan pasukan Banten dan Kompeni yang berkedudukan di Batavia. Kekuasaan Mataram di Galuh lebih tampak menonjol ketika Kerajaan Mataram diperintah oleh Sultan Agung (1613-1645) dan Galuh diperintah oleh Adipati Panaekan (1618-1625), putra dari Prabu Galuh CiptaPermana, selaku Bupati Wedana.
Penguasaan Kerajaan Mataram terhadap Galuh dan Sumedang Larang sifatnya sangat jauh berbeda. Kerajaan Galuh dikuasai oleh Mataram melalui cara kekerasan, karena pihak Galuh sudah melakukan perlawanan terlebih dahulu. Sebaliknya, Kerajaan Sumedang Larang jatuh ke tangan kekuasaan Kerajaan Mataram karena bersedia untuk tunduk dan berserah diri, antara lain karena faktor adanya hubungan kekerabatan dan keluarga antara Raden Aria Suriadiwangsa penguasa Sumedang Larang dengan penguasa Kerajaan Mataram.
Pada tahun 1628 Kerajaan Mataram merencanakan persiapan untuk penyerangan terhadap Kompeni di Batavia dan meminta bantuan dari para kepala daerah di Priangan. Ternyata rencana itu menimbulkan perbedaan pendapat yang sangat sengit dan berujung menjadi perselisihan di antara para kepada daerah di Priangan. Dalam hal ini, Adipati Panaekan berselisih dengan adik iparnya, yaitu Dipati Kertabumi, Bupati Bojonglopang, putera Prabu Dimuntur.
Dalam perselisihan tersebut Adipati Panaekan terbunuh (1625). Beliau kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah (Cineam). Pada masa pemerintahan Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Garatengah (Cineam) ke Calincing. Tidak lama kemudian pindah lagi ke Bendanegara (Panyingkiran).
Ketika pasukan Kerajaan Mataram sudah mulai menyerang Batavia (1628), kepala daerah di Priangan memberikan bantuan. Pasukan Galuh dipimpin oleh Bagus Sutapura, pasukan Priangan dipimpin oleh Dipati Ukur, Bupati Wedana Priangan. Dipati Ukur memang mendapat tugas khusus dari Sultan Agung untuk mengusir Kompeni dari Batavia. Ternyata Dipati Ukur gagal melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, akhirnya beliau memberontak terhadap Kerajaan Mataram.
Pemberontakan Dipati Ukur yang berlangsung kurang lebih selama empat tahun (1628-1632) merupakan faktor penting yang mendorong Sultan Agung tahun 1630-an untuk segera memecah wilayah Priangan di luar Sumedang menjadi beberapa kabupaten, termasuk Galuh. Wilayah Galuh dipecah lagi menjadi beberapa pusat kekuasaan kecil, yaitu :
• Utama diperintah oleh Sutamanggala.
• Imbanagara diperintah oleh Adipati Jayanagara.
• Bojong-lopang diperintah oleh Dipati Kertabumi.
• Kawasen diperintah oleh Bagus Sutapura.
Khusus kepala-kepala daerah yang sudah berjasa dalam membantu menumpas pemberontakan Dipati Ukur akhirnya diangkat oleh Sultan Agung menjadi bupati di wilayahnya masing-masing. Pada tahun 1634 Bagus Sutapura sudah disahkan menjadi Bupati Kawasen. Kepala daerah lain yang diangkat menjadi bupati antara lain :
1. Ki Astamanggala (Umbul Cihaurbeuti) menjadi bupati Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangunangun.
2. Ki Wirawangsa (Umbul Sukakerta) menjadi bupati Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha.
3. Ki Somahita (Umbul Sindangkasih) menjadi bupati Parakanmuncang dengan gelar Tumenggung Tanubaya.) (daerah antara Banjarsari sampai Padaherang).
Beliau memerintah Kawasen sampai dengan tahun 1653, kemudian digantikan oleh putranya bernama Tumenggung Sutanangga (1653-1676). Sementara itu, Dipati Imbanagara yang dicurigai oleh pihak Kerajaan Mataram berpihak kepada Dipati Ukur, dijatuhi hukuman mati (tahun 1636). Namun putranya, yaitu Adipati Jayanagara (Mas Bongsar) malah diangkat menjadi Bupati Garatengah. Imbanagara dijadikan nama kabupaten dan Kawasen digabungkan dengan Imbanagara.
Pertengahan tahun 1642 Adipati Jayanagara memindahkan lagi ibukota Kabupaten Galuh ke Barunay (daerah Imbanagara sekarang). Pemindahan ibukota kabupaten yang terjadi tanggal 14 Mulud tahun He (12 Juni 1642 Sejak tahun 1970-an, Pemda Kabupaten Ciamis menganggap tanggal 12 Juni 1642 sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Tentang Hari Jadi Ciamis, akan dibahas pada akhir tulisan. Hal itu disebabkan karena dua alasan utama yaitu :
1. Garatengah dan Bendanegara memberi kenangan buruk dengan ter-bunuhnya Adipati Panaekan dan Dipati Imbanagara.
2. Barunay dianggap lebih cocok menjadi pusat pemerintahan dan akan membawa perkembangan bagi kabupaten tersebut.
Hal itu antara lain ditunjukkan pada masa pemerintahan Adipati Jayanagara yang berlangsung selama 42 tahun. Selama waktu itu, daerah-daerah kekuasaan lain, yaitu :
1. Kawasen.
2. Kertabumi.
3. Utama.
4. Kawali.
5. Panjalu.
Semua nama daerah-daerah diatas telah dihapuskan. Dan semuanya menjadi wilayah Kabupaten Galuh. Dengan demikian, Kabupaten Galuh memiliki wilayah yang sangat luas, yaitu dari Cijolang sampai ke pantai selatan dan dari Citanduy sampai perbatasan Sukapura.
Setelah Adipati Jayanagara meninggal, kedudukannya sebagai bupati digantikan oleh Anggapraja. Akan tetapi tidak lama kemudian jabatan tersebut diserahkan kepada adiknya bernama Angganaya. Sementara itu, daerah utama yang digabungkan dengan Bojonglopang, dikepalai oleh Wirabaya. Dipati Kertabumi yang semula memerintah Bojonglopang, dipindahkan ke Karawang dan menjadi cikal-bakal adanya bupati Karawang.
Sejak tahun 1645 setelah Sultan Agung meninggal, Amangkurat I putera Sultan Agung kembali melakukan reorganisasi pada wilayah Priangan. Wilayah tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa daerah ajeg (setarap kabupaten), antara lain :
1. Sumedang.
2. Bandung.
3. Parakan sampai Muncang.
4. Sukapura.
5. Imbanagara.
6. Kawasen.
7. Galuh.
8. Banjar.
Comments
Post a Comment