VOC merupakan singkatan dari (Verenigde Oost-Indische Compagnie) yaitu merupakan Perkumpulan Perseroan Belanda di Hindia Timur). Akhir tahun 1705 Galuh sebagai bagian dari wilayah Priangan timur diserahkan oleh penguasa Kerajaan Mataram kepada Kompeni melalui perjanjian tanggal 5 Oktober 1705. Wilayah Priangan barat jatuh ke dalam kekuasaan Kompeni lebih dahulu, yaitu tahun 1677. Sejak tahun 1677 di wilayah Priangan memberlakukan penanaman wajib, terutama kopi dan nila (tarum) dalam sistem yang disebut Preangerstelsel). Mataram menyerahkan Priangan kepada Kompeni sebagai upah/bayaran karena telah membantu mengatasi situasi perebutan tahta Kerajaan Mataram, kompeni membantu Pangeran Puger dalam usahanya untuk merebut tahta Kerajaan Mataram dari keponakannya, yaitu Amangkurat III alias Sunan Mas). Namun demikian, Galuh dan daerah Priangan timur lainnya tetap berada dalam wilayah administratif Cirebon.
Sebelum terjadinya perjanjian 5 Oktober 1705, Kompeni sudah mengangkat Sutadinata menjadi Bupati Galuh (1693-1706) untuk menggantikan Angganaya yang telah meninggal. Ia kemudian digantikan oleh Kusumadinata I (1706-1727). Waktu itu wilayah Priangan berada di bawah pengawasan langsung Pangeran Aria Cirebon sebagai wakil dari Kompeni.
Beberapa waktu kemudian, Bupati Kawasen Sutanangga digantikan oleh Patih Ciamis yang dianggap sebagai seorang ningrat tertua dan terpandai di Galuh. Daerah Utama kemudian digabungkan dengan Bojonglopang.
Bupati Galuh berikutnya adalah Kusumadinata II (1727-1732). Karena beliau tidak memiliki seorang putra, maka setelah beliau meninggal kedudukannya digantikan oleh keponakannya bernama Mas Garuda, sekalipun keponakannya tersebut masih belum dewasa. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan oleh tiga orang wali, seorang di antaranya adalah ayah Mas Garuda sendiri, yaitu Raden Jayabaya Patih Imbanagara. Mas Garuda baru resmi memegang pemerintahannya sendiri sejak tahun 1751 hingga tahun 1801, dengan gelar Kusumadinata III. Beliau kemudian digantikan oleh Raden Adipati Natadikusuma (1801-1806).
Pada masa peralihan kekuasaan dari Kompeni kepada Pemerintah Hindia Belanda, Kabupaten Imbanagara dihapuskan. Daerah tersebut kemudian digabungkan dengan Galuh dan Utama. Ketiga daerah itu diperintah oleh Bupati Galuh. Menurut sumber tradisional (Wawacan Sajarah Galuh), peristiwa itu terjadi akibat konflik antara Raden Adipati Natadikusuma dengan seorang pejabat VOC yang sudah bersikap dan bertindak kasar kepadanya. Raden Adipati Natadikusuma ditahan di Cirebon. Kedudukannya sebagai Bupati Imbanagara digantikan oleh Surapraja dari Limbangan (tahun 1806-1811).
Di bawah kekuasaan Kompeni, sistem pemerintahan tradisional yang dilakukan para bupati pada dasarnya sama sekali tidak diganggu. Hal itu berlangsung pula pada masa pemerintahan Hindia Belanda (1808-1942).
Wilayah Galuh Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Saat Desember 1799 kekuasaan Kompeni mulai berakhir akibat dari VOC yang bangkrut total. Kekuasaan di Nusantara kembali diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda yang dimulai oleh pemerintahan Gubernur Jenderal H.W. Daendels (tahun 1808-1811). Di bawah pemerintahan Hindia Belanda, Galuh tetap berada dalam wilayah administratif Cirebon.
Pada akhir masa pemerintahan Daendels, Bupati Imbanagara Surapraja meninggal (tahun 1811). Bupati Imbanagara selanjutnya dipegang oleh Jayengpati Kertanegara, merangkap sebagai Bupati Cibatu (Ciamis). Setelah pensiun, beliau kemudian digantikan oleh Tumenggung Natanagara. Penggantinya adalah Pangeran Sutajaya asal Cirebon. Oleh karena selalu berselisih paham dengan patihnya, Pangeran Sutajaya kembali ke Cirebon. Jabatan Bupati Imbanagara kembali dipegang oleh putra Galuh, yaitu Wiradikusuma, dan nama kabupaten ditetapkan menjadi Kabupaten Galuh. Tahun 1815 Bupati Wiradikusuma memindahkan ibukota kabupaten dari Imbanagara ke Ciamis.
Pada masa pemerintahan Bupati Galuh berikutnya, yaitu Adipati Adikusumah (tahun 1819-1839), putera Bupati Wiradikusuma, Kawali dan Panjalu dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Galuh. Bupati Adipati Adikusumah kemudian menikah dengan putri Jayengpati (Bupati Cibatu). Dari perkawinan tersebut kemudian terlahir seorang anak laki-laki bernama Kusumadinata. Ia kemudian menggantikan ayahnya menjadi Bupati Galuh (1839-1886) dengan gelar Tumenggung Kusumadinata. Selanjutnya ia berganti nama menjadi Raden Adipati Aria Kusumadiningrat. Beliau merupakan Bupati Galuh terkemuka yang lebih dikenal dengan julukan “Kangjeng Prebu”.
Sejak tahun 1853, Bupati R.A.A. (Raden Adipati Aria) Kusumadiningrat tinggal di Keraton Sela gangga yang dilengkapi dengan sebuah masjid dan kolam air mancur. Tahun 1872 di halaman keraton dibangun tempat pemandian yang disebut dengan nama Jambansari. Pemandian tersebut sering digunakan oleh para warga masyarakat sekitar yang masih percaya dengan maksud ingin“ngalap berkah” dari “Kangjeng Prebu”). Antara tahun 1859-1877, dibangun beberapa gedung di pusat kota kabupaten (Ciamis). Gedung-gedung ini sebenarnya yang dimaksudkan adalah berfungsi sebagai gedung kabupaten yang sangat megah (di lokasi Gedung DRPD sekarang berada), Masjid Agung, Kantor Asisten Residen (gedung kabupaten sekarang), tangsi militer, penjara, kantor telepon, rumah kontrolir, dan lain-lain.
Bupati R.A.A. Kusumadiningrat dinilai sangat besar jasanya dalam memajukan kehidupan rakyat Kabupaten Galuh. Jasa-jasa tersebut diantaranya adalah :
1. Membuatkan sejumlah saluran irigasi, membuka sawah beribu-ribu bau.
2. Mendirikan tiga pabrik yang berfungsi sebagai penggilingan kopi.
3. Membuka perkebunan kelapa.
4. Membangun jalan diantara : Kawali sampai Panjalu.
5. Mendirikan “Sakola Sunda” di Ciamis (1862) dan di Kawali (1876).
Atas beberapa jasa-jasa besar tersebut, akhirnya beliau memperoleh tanda kehormatan atau atribut kebesaran dari Pemerintahan Hindia Belanda berupa Songsong Kuning (payung kebesaran berwarna kuning emas) tahun 1874) dan juga mendapatkan bintang Ridder in de Orde van den Nederlandschen Leeuw (“Bintang Leo”) tahun 1878).
Selanjutnya Jabatan Bupati Galuh diwariskan kepada putranya, yaitu R.A.A. Kusumasubrata (1886-1914). Pada masa pemerintahan bupati ini, mulai tahun 1911 Ciamis telah mulai dilalui oleh jalan kereta api jalur Bandung sampai Cilacap. Melalui Ciawi-Malangbong-Tasikmalaya. Pada masa pemerintahan Bupati Galuh berikutnya, yaitu Bupati R.T.A. Sastrawinata (1914-1935), Kabupaten Galuh sudah dilepaskan dari wilayah administratif Cirebon dan masuk ke dalam wilayah Keresidenan Priangan (tahun 1915).
Nama Kabupaten diubah menjadi Kabupaten Ciamis. Antara tahun 1926-1942, Kabupaten Ciamis masuk ke dalam Afdeeling Priangan Timur bersama-sama dengan Tasikmalaya dan Garut, dengan ibukota afdeeling di kota Tasikmalaya.
Pesta Perayaan Hari Jadi Kabupaten Ciamis
Telah disebutkan sebelumnya, bahwa pada masa pemerintahan Adipati Jayanagara ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan ke Barunay (daerah Imbanagara sekarang). Peristiwa tersebut terjadi tanggal 14 Maulud tahun He atau tanggal 12 Juni 1642 Masehi. Sekarang tanggal 12 Juni tahun 1642 dipilih dan ditetapkan oleh Pemda Kabupaten Ciamis sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Alasan sebagai dasar pertimbangannya adalah kepindahan ibukota kabupaten tersebut membawa perkembangan yang sangat baik bagi Kabupaten Galuh. Sejak itulah Kabupaten Galuh mulai menunjukkan perkembangan yang sangat berarti.
Tepatkah pemilihan tanggal tersebut?
Apabila perhatikan dan ditelusuri secara objektif dan kritis sebenarnya pemilihan tanggal 12 Juni 1642 sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis atau Hari Jadi Kabupaten Galuh sekalipun adalah agak keliru dan masih kurang tepat. Alasannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk orang yang belum memahami secara mendalam tentang sejarah Galuh, pemilihan tanggal tersebut akan mengandung arti bahwa Kabupaten Galuh berdiri pada tanggal 12 Juni 1642, padahal jauh sebelum tanggal itu Kabupaten Galuh sudah berdiri.
2. Kabupaten Galuh berubah namanya menjadi Kabupaten Ciamis terjadi pada dekade kedua abad ke-20 (1915), setelah Galuh dilepaskan dari wilayah administratif Cirebon.
Atas kedua alasan tersebut dan untuk kebenaran sejarah, sebaiknya hari jadi Kabupaten Ciamis segera dikaji ulang. Hari jadi Kabupaten Ciamis seharusnya mengacu pada dasar momentum awal berdirinya kabupaten tersebut, atau mengacu pada tanggal perubahan nama kabupaten dari Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis.
Sebelum terjadinya perjanjian 5 Oktober 1705, Kompeni sudah mengangkat Sutadinata menjadi Bupati Galuh (1693-1706) untuk menggantikan Angganaya yang telah meninggal. Ia kemudian digantikan oleh Kusumadinata I (1706-1727). Waktu itu wilayah Priangan berada di bawah pengawasan langsung Pangeran Aria Cirebon sebagai wakil dari Kompeni.
Beberapa waktu kemudian, Bupati Kawasen Sutanangga digantikan oleh Patih Ciamis yang dianggap sebagai seorang ningrat tertua dan terpandai di Galuh. Daerah Utama kemudian digabungkan dengan Bojonglopang.
Bupati Galuh berikutnya adalah Kusumadinata II (1727-1732). Karena beliau tidak memiliki seorang putra, maka setelah beliau meninggal kedudukannya digantikan oleh keponakannya bernama Mas Garuda, sekalipun keponakannya tersebut masih belum dewasa. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan oleh tiga orang wali, seorang di antaranya adalah ayah Mas Garuda sendiri, yaitu Raden Jayabaya Patih Imbanagara. Mas Garuda baru resmi memegang pemerintahannya sendiri sejak tahun 1751 hingga tahun 1801, dengan gelar Kusumadinata III. Beliau kemudian digantikan oleh Raden Adipati Natadikusuma (1801-1806).
Pada masa peralihan kekuasaan dari Kompeni kepada Pemerintah Hindia Belanda, Kabupaten Imbanagara dihapuskan. Daerah tersebut kemudian digabungkan dengan Galuh dan Utama. Ketiga daerah itu diperintah oleh Bupati Galuh. Menurut sumber tradisional (Wawacan Sajarah Galuh), peristiwa itu terjadi akibat konflik antara Raden Adipati Natadikusuma dengan seorang pejabat VOC yang sudah bersikap dan bertindak kasar kepadanya. Raden Adipati Natadikusuma ditahan di Cirebon. Kedudukannya sebagai Bupati Imbanagara digantikan oleh Surapraja dari Limbangan (tahun 1806-1811).
Di bawah kekuasaan Kompeni, sistem pemerintahan tradisional yang dilakukan para bupati pada dasarnya sama sekali tidak diganggu. Hal itu berlangsung pula pada masa pemerintahan Hindia Belanda (1808-1942).
Wilayah Galuh Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Saat Desember 1799 kekuasaan Kompeni mulai berakhir akibat dari VOC yang bangkrut total. Kekuasaan di Nusantara kembali diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda yang dimulai oleh pemerintahan Gubernur Jenderal H.W. Daendels (tahun 1808-1811). Di bawah pemerintahan Hindia Belanda, Galuh tetap berada dalam wilayah administratif Cirebon.
Pada akhir masa pemerintahan Daendels, Bupati Imbanagara Surapraja meninggal (tahun 1811). Bupati Imbanagara selanjutnya dipegang oleh Jayengpati Kertanegara, merangkap sebagai Bupati Cibatu (Ciamis). Setelah pensiun, beliau kemudian digantikan oleh Tumenggung Natanagara. Penggantinya adalah Pangeran Sutajaya asal Cirebon. Oleh karena selalu berselisih paham dengan patihnya, Pangeran Sutajaya kembali ke Cirebon. Jabatan Bupati Imbanagara kembali dipegang oleh putra Galuh, yaitu Wiradikusuma, dan nama kabupaten ditetapkan menjadi Kabupaten Galuh. Tahun 1815 Bupati Wiradikusuma memindahkan ibukota kabupaten dari Imbanagara ke Ciamis.
Pada masa pemerintahan Bupati Galuh berikutnya, yaitu Adipati Adikusumah (tahun 1819-1839), putera Bupati Wiradikusuma, Kawali dan Panjalu dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Galuh. Bupati Adipati Adikusumah kemudian menikah dengan putri Jayengpati (Bupati Cibatu). Dari perkawinan tersebut kemudian terlahir seorang anak laki-laki bernama Kusumadinata. Ia kemudian menggantikan ayahnya menjadi Bupati Galuh (1839-1886) dengan gelar Tumenggung Kusumadinata. Selanjutnya ia berganti nama menjadi Raden Adipati Aria Kusumadiningrat. Beliau merupakan Bupati Galuh terkemuka yang lebih dikenal dengan julukan “Kangjeng Prebu”.
Sejak tahun 1853, Bupati R.A.A. (Raden Adipati Aria) Kusumadiningrat tinggal di Keraton Sela gangga yang dilengkapi dengan sebuah masjid dan kolam air mancur. Tahun 1872 di halaman keraton dibangun tempat pemandian yang disebut dengan nama Jambansari. Pemandian tersebut sering digunakan oleh para warga masyarakat sekitar yang masih percaya dengan maksud ingin“ngalap berkah” dari “Kangjeng Prebu”). Antara tahun 1859-1877, dibangun beberapa gedung di pusat kota kabupaten (Ciamis). Gedung-gedung ini sebenarnya yang dimaksudkan adalah berfungsi sebagai gedung kabupaten yang sangat megah (di lokasi Gedung DRPD sekarang berada), Masjid Agung, Kantor Asisten Residen (gedung kabupaten sekarang), tangsi militer, penjara, kantor telepon, rumah kontrolir, dan lain-lain.
Bupati R.A.A. Kusumadiningrat dinilai sangat besar jasanya dalam memajukan kehidupan rakyat Kabupaten Galuh. Jasa-jasa tersebut diantaranya adalah :
1. Membuatkan sejumlah saluran irigasi, membuka sawah beribu-ribu bau.
2. Mendirikan tiga pabrik yang berfungsi sebagai penggilingan kopi.
3. Membuka perkebunan kelapa.
4. Membangun jalan diantara : Kawali sampai Panjalu.
5. Mendirikan “Sakola Sunda” di Ciamis (1862) dan di Kawali (1876).
Atas beberapa jasa-jasa besar tersebut, akhirnya beliau memperoleh tanda kehormatan atau atribut kebesaran dari Pemerintahan Hindia Belanda berupa Songsong Kuning (payung kebesaran berwarna kuning emas) tahun 1874) dan juga mendapatkan bintang Ridder in de Orde van den Nederlandschen Leeuw (“Bintang Leo”) tahun 1878).
Selanjutnya Jabatan Bupati Galuh diwariskan kepada putranya, yaitu R.A.A. Kusumasubrata (1886-1914). Pada masa pemerintahan bupati ini, mulai tahun 1911 Ciamis telah mulai dilalui oleh jalan kereta api jalur Bandung sampai Cilacap. Melalui Ciawi-Malangbong-Tasikmalaya. Pada masa pemerintahan Bupati Galuh berikutnya, yaitu Bupati R.T.A. Sastrawinata (1914-1935), Kabupaten Galuh sudah dilepaskan dari wilayah administratif Cirebon dan masuk ke dalam wilayah Keresidenan Priangan (tahun 1915).
Nama Kabupaten diubah menjadi Kabupaten Ciamis. Antara tahun 1926-1942, Kabupaten Ciamis masuk ke dalam Afdeeling Priangan Timur bersama-sama dengan Tasikmalaya dan Garut, dengan ibukota afdeeling di kota Tasikmalaya.
Pesta Perayaan Hari Jadi Kabupaten Ciamis
Telah disebutkan sebelumnya, bahwa pada masa pemerintahan Adipati Jayanagara ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan ke Barunay (daerah Imbanagara sekarang). Peristiwa tersebut terjadi tanggal 14 Maulud tahun He atau tanggal 12 Juni 1642 Masehi. Sekarang tanggal 12 Juni tahun 1642 dipilih dan ditetapkan oleh Pemda Kabupaten Ciamis sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Alasan sebagai dasar pertimbangannya adalah kepindahan ibukota kabupaten tersebut membawa perkembangan yang sangat baik bagi Kabupaten Galuh. Sejak itulah Kabupaten Galuh mulai menunjukkan perkembangan yang sangat berarti.
Tepatkah pemilihan tanggal tersebut?
Apabila perhatikan dan ditelusuri secara objektif dan kritis sebenarnya pemilihan tanggal 12 Juni 1642 sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis atau Hari Jadi Kabupaten Galuh sekalipun adalah agak keliru dan masih kurang tepat. Alasannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk orang yang belum memahami secara mendalam tentang sejarah Galuh, pemilihan tanggal tersebut akan mengandung arti bahwa Kabupaten Galuh berdiri pada tanggal 12 Juni 1642, padahal jauh sebelum tanggal itu Kabupaten Galuh sudah berdiri.
2. Kabupaten Galuh berubah namanya menjadi Kabupaten Ciamis terjadi pada dekade kedua abad ke-20 (1915), setelah Galuh dilepaskan dari wilayah administratif Cirebon.
Atas kedua alasan tersebut dan untuk kebenaran sejarah, sebaiknya hari jadi Kabupaten Ciamis segera dikaji ulang. Hari jadi Kabupaten Ciamis seharusnya mengacu pada dasar momentum awal berdirinya kabupaten tersebut, atau mengacu pada tanggal perubahan nama kabupaten dari Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis.
Comments
Post a Comment