SEJARAH PERALIHAN DARI KERAJAAN MENJADI KESULTANAN KUTAI KARTANEGARA ING MARTADIPURA

Dahulu diwilayah kalimantan terdapat sebuah kerajaan yang kemudian berubah dari sistem kerajaan menjadi kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang merupakan sebuah kesultanan yang terleak didaerah yang dikenal dengan nama Tenggarong, Propinsi Kalimantan Timur. Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura diperkirakan sudah berdiri sejak tahun 1300-an Masehi (Abad-14) dan kembali menampakkan diri sekitar pada tahun 2001 dengan diangkatnya seorang sultan bergelar Sultan Haji Aji Muhammad Salehudding II.

SEJARAH AWAL KERAJAAN KUTAI BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN KERAJAAN MAJAPAHIT

Sejak berdirinnya kerajaan kutai kartanegara ing martadipura tidak bisa terpisahkan dengan berdirinya kerajaan Kutai yang dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah prasasti (tiang batu bertulis) yang disebut dengan yupa yang ditemukan dikalimantan timur. ke 7 yupa tersebut berbahasa sansekerta dan menggunakan huruf pallawa yang biasa dipakai pada abad ke-5 Masehi atas titah seorang raja bernama Mulawarman. Jika huruf yang dipakai dalam prasasti di kerajaan kutai dibandingkan dengan huruf pallawa yang berasal dari India, maka seperti terdapat kemiripan dan dapat diperkirakan bahwa kerajaan Kutai berdiri antara abad 4 sampai 5 Masehi.

Sampai saat ini belum pernah dilakukan kajian secara ilmiah sama sekali yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kerajaan Kutai dengan kerajaan Kutai kartanegara yang merupakan asal mula berdirinya kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura Adanya missing link (benang merah yang belum terpecahkan sama sekali) antara pendirian 2 kerajaan yang memiliki lokasi saling bedekatan, hal inilah yang menjadi problematika tersendiri bagi para arkeolog maupun sejarawan Indonesia. Hanya saja diantara para arkeolog dan para sejarawan sampai saat ini masih sepakat bahwa pada dasarnya kerajaan Kutai Kartanegara masih memiliki hubungan sejarah.

Kerajaan Kutai berlokasi ditepi sungai Mahakam, tepatnya di Muara Kaman, sedangkan kerajaan Kutai Kartanegara berada lebih ke Muara atau sekarang lebih dikenal dengan nama Kutai Lama. Kutai Lama merupakan sebuah daerah yang sangat dekat dengan kota Samarinda sekarang.

Nama Kutai sendiri berasal dari bahasa Cina yaitu "Kho dan Thay" yang artinya adalah "Negara yang besar" sedangkan Kartanegara memiliki arti "Mempunyai peraturan". Jadi, arti sebenarnya dari nama Kutai Kartanegara adalah "Negara besar yang mempunyai peraturannya sendiri".


Nama kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura pada saat berdirinya adalah kerajaan Kutai Kartanegara. Nama kerajaan Kutai Kartanegara ini sebenarnya digunakan sebagai pembeda dengan kerajaan Kutai (disebut dengan kerajaan Kutai Martapura). Pendiri kerajaan Kutai Kartanegara adalah Aji Batara Agung Dewa Sakti yang memerintah hingga tahun 1320 M. Setelah dia meninggal dunia, kepemimpinan kerajaan Kutai Kartanegara berikutnya adalah Aji Batara Agung Paduka Nira (1320-1370 M). Aji Batara Agung Paduka Nira memiliki 7 orang anak, 2 anak perempuan dan 5 anak laki-laik. Dari kelima anak laki-laki tersebut, hanya 2 orang tampak sangat menonjol, yaitu Maharaja Sakti (anak pertama/sulung) dan Maharaja Sultan (anak terakhir).

Kepemimpinan kerajaan Kutai Kartanegara tidak diserahkan kepada putra sulungnya Maharaja Sakti, setelah Aji Batara Agung Paduka Nira meninggal dunia, tetapi malah jatuh ke tangan Maharaja Sultan. Keputusan untuk menempatkan Maharaja Sultan sebagai pewaris tahta memang menjadi keputusan bersama diantara ke7 bersaudara tersebt. Dalam sebuah musyawarah yang dilakukan sepeninggal sang ayah, ke 7 bersaudara ini memutuskan untuk menunjuk Maharaja Sultan sebagai pewaris tahta kerajaan Kutai Kartanegara dengan alasan Maharaja Sultan memiliki sifat yang lebih cocok untuk menjadi seorang pemimpin, dipihak lain, para saudara Maharaja Sultan tetap bersedia untuk mendampingi kepemimpinan Maharaja Sultan sebagai seorang raja dengan duduk sebagai menteri kerajaan Kutai Kartanegara.

Maharaja Sultan memerintah di kerajaan Kutai Kartanegara pada tahun 1370-1420 M. Pada masa pemerintahan Maharaja Sultan, kerajaan ini sempat menjalin hubungan yang sangat baik dengan kerajaan Majapahit dari Jawa. Salah satu bentuk hubungan baik tersebut adalah kunjungan Maharaja Sultan bersama dengan Maharaja Sakti ke kerajaan Majapahit untuk belajar tentang bagaimana adat istiadat dan tata cara pemerintahan kerajaan Majapahit.

Kerajaan Majapahit yang pada masa itu masih di pimpin oleh Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada sangat menyambut baik akan kedatangan Maharaja Sultan dan Maharaja Sakti. Kedua putra dari kerajaan Borneo ini kemudian diperlakukan sebagai tamu dan diajari secara langsung oleh Patih Gajah Mada tentang adat istiadat dan tata cara bagaimana mengelola pemerintahan kerajaan. Setelah selesai menimba ilmu di kerajaan Majapahit, kedua bersaudara kandung ini kembali ke kerajaan Kutai Kartanegara untuk menerapkan ilmu yang sudah mereka dapatkan dari kerajaan Majapahit.

Kerajaan Kutai Kartanegara dan Kerajaan Majapahit saling memberikan pengaruh melalui kerjasama yang telah terbangun diantara keduanya. Disatu sisi, kerajaan Kutai Kartanegara mendapat pengaruh agama Hindu dari kerajaan Majapahit. Disisi lain, kerajaan Majaphit memperoleh kedudukan sebagai kerajaan induk, sedangkan kerajaan Kutai Kartanegara menjadi kerajaan taklukan. Untuk mempertegas hal tersebut, maka kerajaan Majapahit menempatkan seorang patih sebagai pengawas sekaligus sebagai pengakuan kekuasaan di kerajaan Kutai Kartanegara.


Comments